Darah Dan Doa (1950), Sisi Kreatif Dari Usmar Ismail

Darah dan Doa (1950) adalah film karya sutradara Usmar Ismail, seseorang yang dikenal sebagai Bapak Film Indonesia. Bercerita tentang pasukan Tentara Nasional Indonesia yang melakukan perjalanan panjang dari dari Yogyakarta menuju Jawa Barat. Perjalanan mereka dipenuhi dengan banyak pertarungan dari mana saja. Berlatarkan waktu pasca kemerdekaan, film ini menggambarkan perjuangan melawan tentara sekutu demi mempertahankan kemerdekaan, jauh sebelum tragedi Pemberontakan PKI Madiun dan Pemberontakan Darul Islam.

Sebenarnya, apabila dilihat dari sisi Sinematografi dan Editingnya, bisa dibilang film ini biasa saja. Dari banyaknya penggunaan Still Shot dan sama sekali tidak menggunakan Steady Shot (mungkin masalah peralatan pada jaman itu) dan penggunaan Movement Camera yang seperlunya saja dan juga Rule Of Third di beberapa shot. Lalu di editing terdapat metode Continuity Cutting dengan konsep Continuity Editing dan beberapa Montage pertarungan. Namun apa yang membuat spesial film ini hingga membuat Usmar Ismail didaulat sebagai Bapak Film Indonesia? Bahkan apabila kita melihat lebih jauh kebelakang, pada masa Hindia Belanda, terdapat film yang tayang lebih dulu berjudul "Loetoeng Kasaroeng".

Jawabannya adalah karena Usmar Ismail itu sendiri. Maksudnya adalah ia sama sekali tidak menerima pendidikan mendalam tentang film tapi ia bisa menciptakan karya serapih itu bahkan meskipun Sinematografi dan Editingnya biasa, tapi kita nyaman sekali menontonnya. Semua teknik yang saya jelaskan diatas memang biasa untuk kita yang berada di zaman millenial seperti ini. Tapi tidak apabila kita berada di masa 1950. Justru yang ada, hal seperti itu sangat brilian. Kita mungkin akan berkata "Ah, editing sama kameranya biasa aja" apabila kita membandingkannya dengan film sekarang. Tapi apabila kita membandingkannya dengan film pada masa itu, yang ada mungkin kita akan berkata "Wah, gila. Kepikiran ya bikin film sampe senyaman ini ditonton di tahun itu". Dan sekali lag, pada masa itu untuk seorang pria dari Indonesia bisa memikirkan teknik dan cerita serapih dan sebagus ini pada masa 1950, itu sangat cerdas.

Apalagi  membahas pengadeganan, untuk penggunaan rakyat sekitar dan tentara saja cukup mengagetkan, mengingat pada film ini setiap peran yang dilakonkan serapih pemeran teater meskipun hanya beberapa pemeran saja yang menjadi pemain teater. Terlepas dari pengucapan dialog yang masih kurang rapih, namun pemilihan kalimat dialog di film ini benar-benar menggambarkan suasana masa itu. Baik penggunaan slogan, kalimat retorik, dan puitis membuat film ini berhasil membawa penonton ke dunia pasca kemerdekaan.

Jadi kesimpulan yang kita dapat dari pembahasan diatas adalah bukan teknik yang khas atau cutting yang keren yang membuat film ini dan Usmar Ismail menjadi hebat. Namun kemampuan dan kesadaran akan penggunaan dasar sinematografi dan editing yang rapih oleh seorang non-akademisi perfilman di masa pasca kemerdekaan yang membuat Usmar Ismail dikenal sebagai Bapak Film Indonesia. Dan apabila kita bertanya "Lalu, apa sisi kreatif dari Usmar Ismail di film 'Darah dan Doa' ini?". Jawabannya adalah Semuanya.

Sekian pembahasan kita mengenai film "Darah dan Doa" serta sisi kreatifnya. Kritik dan saran akan sangat membantu penulis dalam mengembangkan pemikiran dan kemampuan penulis. Terima Kasih telah membaca tulisan ini. Akhir kata dari saya "SALAM SINEMA"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sisi Kreatif Garin Nugroho Dari Film "Guru Bangsa: Tjokroaminoto"

Tiga Dara (1956) Sisi Kreatif Usmar Ismail Dalam Mengemas Film Komersiil